Jumat, 20 Desember 2013

Prajurit dan Raja itu ada beneran ya Ma?!?! #LiburanSolo (2)

Dan hari kedua, Minggu, 15 Desember 2013.... Sudah tidak sabar Dhitto selalu nyebut-nyebut Museum Purba. Tapi saran dari Oom Totok, lebih baik ke Keraton dulu daripada kesorean dan keburu tutup. Informasinya ada dua keraton di Surakarta ini, Keraton Kasunanan Hadiningrat dan Mangkunegaran. Gak punya bayangan sama sekali, kita minta diantar ke keraton Kasunanan saja, dengan pertimbangan sekalian mau mampir ke rumah ex boss Papa yang setau kami rumahnya di kompleks Keraton itu juga, sambil nunggu informasi no teleponnya yang ternyata sudah ganti.

Tiket masuk ke Keraton harganya 10ribu. Waktu kita beli tiket, Bapak yang jaga di situ bilang : bayar 3 saja Pak, itu yang satu masih anak kecil ... :D loh Dhitta tu masih kecil ya he he. Lalu Bapak itu menawarkan untuk memandu kami. Kami tanya berapa fee nya, beliau jawab biasanya 50ribu tapi Bapak Ibu mau kasih kurang atau lebih ya ndak apa-apa. *loh* he he.... bener-bener berasa ya beda sama di Jakarta yang udah jelas angkanya he he...

Dari tempat beli tiket ke pintu masuk, kita melewati sekolah. Sekarang sekolahnya judulnya SMP Kesatriyan, ceritanya, dulu itu sekolahan anak-anak raja yang laki-laki, Kasatriyaan.



hasil jepretan "juru foto komersial" n
Di pintu masuk ada patung besaaarrr, informasi dari Pak Pemandu, itu adalah patung PB VI, raja yang sangat berpengaruh, beliau juga yang mendanai perang Diponegoro dalam rangka melawan penjajah Belanda. Nah di sini ni suka ada tukang foto yang ikut-ikutan motoin terus begitu kita keluar dari situ, sudah ada hasil cetakannya. Pertamanya ditawarin 20ribu per lembar, ada 5 lembar foto kita. Tapi saya tawar dan kasih 20ribu dan cuma 2 foto yang kita ambil lah yang lainnya jelek beneerrrr...



Waktu kita masuk, passss banget waktunya prajurit keraton itu berbaris lengkap dengan marching bandnya untuk masuk (entah ke mana). Takjub banget Dhitto & Dhitta lihat pasukan prajurit itu yang rata-rata sudah berusia lanjut, dan Dhitto ngakak banget waktu salah satu prajurit berbaju merah sambil pegang pedang dengan tangan kiri di dada, tangan kanannya pegang handphone dan bicara dengan suara kencang "halloooo.... hallooooo...."

Pak Pemandu menjelaskan tentang abdi dalem, lalu lanjut ke pendopo dan ruangan raja di belakang pendopo itu. Lampu menyala di dalam pertanda raja ada di dalam. Dhitto & Dhitta lagi-lagi takjub... karena gak kebayang sama mereka raja tu ada beneran, bukan di dongeng saja :D. Lanjut ke bangsal tempat perjamuan makan dan acara-acara resmi seperti pemberian gelar. Konon bangsal ini pernah terbakar habis tepat pada saat keraton berumur 200 tahun. Cerita Pak Pemandu, sisa-sisa kebakaran dibawa ke Pantai Laut Selatan untuk "dikembalikan" kepada Kanjeng Ratu Kidul, karena janji Kanjeng Ratu Kidul akan menjaga keraton selama 200 tahun dan peristiwa kebakaran tepat 200 tahun setelah keraton berdiri. 
Dijelaskan juga beberapa artis seperti Syahrini, Anang, Dorce dianugrahi gelar bangsawan karena mereka memberikan donasi untuk pemeliharaan keraton ini. Karena keraton ini sekarang cuma simbol dan tidak punya kekuasaan, makanya diharapkan adanya donasi untuk pemeliharaan keraton. 
Dari halaman itu ditunjukkan bagian ujung sana itu dapur keraton yang dipakai untuk menyiapkan makanan untuk upacara Sekaten. Lalu pintu-pintu besar yang sekarang ruangannya dipakai untuk penyimpanan barang, dulunya dipakai oleh anak-anak raja. Aturannya, anak-anak raja tidak boleh lagi tinggal di dalam keraton setelah mereka menikah. 
Pohon yang ditanam di halaman itu adalah pohon sawo kecik karena membawa makna "kebaikan". 


dari tempat kita duduk sampai ujung pendopo,
kita harus jalan jongkok untuk menghadap Raja
Di part sini agak menarik juga Dhitto & Dhitta waktu tau: kalau mau ketemu Raja harus jalan jongkok dari ujung luar pendopo sampai di ujungnya, dan Pak Pemandu memberikan contoh cara jalan jongkok itu. Pandangan berbinar-binar mata sambil nyengirnya itu selalu membesarkan hati kalau saya tidak salah sesedikit mungkin dibawa ke mal dan bawa anak-anak ke tempat-tempat liburan seperti ini. Thanks banget buat @museumceria dan @LiburanAnak yang sudah sukses meracuni saya dalam membuat itinerary liburan :D

Di halaman depan pendopo itu juga sempat lihat seorang abdi dalem yang sedang ritual seperti sembahyang lengkap dengan dupa dan sesajennya. Benar-benar hal baru buat Dhitto & Dhitta.


gong perang
Lanjut kita dibawa ke dalam museumnya. Ada kereta kuda, wayang kulit yang usianya sudah hmmm lupaa berapa tahun tapi sudah tua banget, payung-payung yang dipakai untuk penobatan raja, payung putar untuk "hipnotis" karena jaman dulu belum kenal anastesi, maka anak yang mau dikhitam di"bius" dengan payung itu... :) Gong perang, yang dipukul tanda mulainya peperangan, 

ada dayung kapal perang, mangkok keramik yang konon untuk mengetes apakah makanan sultan ada racunnya atau tidak.
Periuk bessaarr yang kapasitasnya 50 liter beras.... kotak-kotak untuk membawa barang lamaran dan banyaknya sesuai sama apa ya.. duh kok lupa, pokoknya Dhitto sampe ternganga-nganga dengerin beratnya kotak buat lamaran itu...


foto dengan penampakan
Dan raja yang paling diinget sama anak-anak adalah PB X karena di fotonya perawakannya agak gemuk dan ceritanya: istrinya 40 dan anaknya seratusan :)) 
juga ada foto PB X dengan permaisuri dan satu putrinya, tepat di belakang PB X, ada penampakan wajah... itu juga yang bikin anak-anak inget banget




Yang paling menarik buat saya adalah beberapa guci antik cina, yang kalau ditabuh suaranya seperti suara gamelan.... adem banget dengerin Pak Pemandu itu nabuh guci-guci itu, mana cuaca juga lagi mendung gitu...



Selesai dari keraton, anak-anak tu bolak balik nanya, Ma, prajurit dan raja itu kan cuma ada di dongeng... itu raja tu beneran? atau patung?? (Dhitta ini mah yg nanya) orang beneran? dia ada di dalem? bisa ngomong? orang biasa?
sudah coba dijelasin, nanya lagi nanya lagi... duh mama papa nya sampe bingung gimana lagi jelasinnya.

Waktu keluar, ada prajurit yang menjaga pintu dan kita bisa foto dengan prajuritnya itu, diharapkan kita memberi seikhlasnya untuk mengisi kas.

Nah, tapi agak terbantu, sorenya, kami balik lagi ke komplek keraton itu, untuk mampir ke rumah eks boss papa. Judul di depan gerbang rumahnya: Ndalem MulyoKusuman. Jadi, Bude Dewi, istrinya Pakde Agus Rusbagyo itu, adalah cucu pangeran. Jadi pahamlah mereka kalau Raja itu "orang beneran". Dan sekarang rumah itu kosong dan Bude Dewi yang nempatin.
Rumah itu sudah jadi Cagar Budaya loh, ditetapkan oleh Pemerintah Kota Surakarta. Tapi gak tau juga apa efek lainnya selain tidak boleh dirubah, lihat kondisinya yang sudah mulai miring palang dan tiangnya, gak kebayang berapa besar biaya yang dibutuhkan kalau mau rapih-rapih rumah itu.
Yang menarik adalah, saya baru tau, komposisi rumah itu harus mulai dari pendopo, lalu ruang utama, kamar tidur utama di tengah dan 2 kamar tidur dengan posisi simetris di pinggirnya. Jadi rumah sebesar itu cuma ada 2 kamar karena 1 kamar yang di tengah itu sepertinya jadi seperti tempat keramat (^-^)
Di ruang tengah depan kamar utama, ada meja pendek dan permadani kecil, yang katanya sering dipakai orang untuk... ya mungkin sembahyang atau seperti itu, masih ada sesaji bunga-bunga di meja itu.
Tepat di balik tembok halaman belakang, itu adalah makam dari Kiai Solo. Jadi ya kata Tuan Rumah, sudah gak aneh kalau malam itu suka ada bayangan lewat brebet brebet atau tiba-tiba timbul wangi di sekitaran rumah..... :D masih dibecandain anak-anak: kalau ke Solo lagi nginep di sini ya, berani gak?
Tapi anak-anak gak ngeh tu he he, malah Dhitto nanya: itu ranjang Raja? Raja suka ke sini? Raja sekarang nomor berapa? terus kalau datang tidur di situ? itu foto Raja ke berapa?
Tadinya mau foto-foto jadi mikir karena Tuan Rumah cerita rekan lain yang pernah ke situ dan foto-foto, hasilnya blank semua 

Kurang lebih begitu pengalaman pertama anak-anak tentang keraton. Sempat juga lihat kebo bule di alun-alun dan diceritain driver kalau kebo bule tu sakti, waktu satu suro pasti balik sendiri ke situ.... tanggapan anak-anak: wahhh kebo nya pintterrrr X_X ha ha... 















Tidak ada komentar:

Posting Komentar