Jumat, 20 Desember 2013

Mengapa Homo Erectus punah?!?! #LiburanSolo (3)

Setelah selesai dari Keraton, pergilah kita cepat-cepat ke Sangiran karena kalau kesiangan khawatir hujan kata Pak Driver. Kita yang gak punya bayangan sama sekali kondisi di sana ya nurut aja untuk cepat-cepat berangkat.


Perjalanan dari keraton Kasunanan ke Museum Purba Sangiran kurang lebih 45 menit dengan kondisi jalan lancar (standard orang Jabodetabek loh ya hehe).
Tiket masuk Sangiran 15ribu bayar waktu masuk gerbang kompleks Museum Purba Sangiran. Kami sudah siap bayar untuk 5 orang termasuk Pak Driver plus mobil, tapi sekali lagi: "4 saja orangnya" :D 


Museum ini terdiri dari beberapa Ruang, dan alurnya sudah dibuat enak kita ngikutinnya dari ruang peraga satu ke ruang peraga berikutnya.

 Ada beberapa monitor peraga dengan layar sentuh yang berisi beberapa informasi, seperti informasi mengenai evolusi manusia purba di awal ruang peraga pertama dan informasi mengenai kuda nil purba dekat fosil kuda nil purba.





Di museum ini, selain display fosil manusia dan binatang purba, manekin manusia purba, juga ada informasi mengenai terjadinya lapisan-lapisan bumi, bagaimana para ahli-ahli bekerja untuk mendapatkan fosil dan mempelajari fosil. 

Untuk anak-anak seumur Dhitto dan Dhitta, sepertinya orang tua/pendamping harus aktif bercerita menjelaskan informasi-informasi dari display. Karena sepertinya untuk anak-anak seumur mereka (8 dan 7 tahun), belum habis ruang peraga pertama, mereka sudah mulai bosan membaca satu per satu secara detail informasi-informasinya, dan seperti kapak-kapak batu itu kalau tidak dijelaskan, ya betul-betul tidak menarik untuk mereka. Seperti batu dari halaman yang ditaruh di dalam display :D

Untungnya informasi yang ada di dalam museum cukup lengkap, jadi saya dan papa nya harus baca, mencerna, menyimpulkan dan menceritakan secara singkat dan menarik untuk anak-anak. Jadi seperti kapak batu itu, anak-anak lebih mau lihat lebih detail setelah dijelaskan kalau dulu manusia baru "tau" cara bikin kapak dengan memukul batu satu dengan yang lain untuk dapat bentuk tajam dan bisa dipakai untuk memotong.

Di ruang peraga lainnya, banyak penjelasan mengenai kegiatan mencari dan mempelajar fosil, dari nama-nama ilmuwannya, sampai display peneliti sedang mencari fosil.
Ada tulang paha dan rahang gajah purba juga yang boleh disentuh, dan ini cukup mengurangi kebosanan anak-anak untuk lanjut ke display berikutnya.



Tapi yang berkesan buat saya hasil dari kunjungan ke museum ini adalah:
"manusia adalah mahluk satu-satunya yang mencari asal-usulnya dan mempelajarinya untuk memperbaiki kehidupan selanjutnya"
Jadi ingat dulu pernah nonton film cowboy, lupa apa judulnya, seorang ibu guru marah-marah dengan seorang bapak yang gak ngasih anaknya sekolah untuk bisa baca karena merasa gak ada gunanya untuk belajar dan berubah. Sang ibu guru bilang, kenapa dinosaurus itu punah karena mereka gak pernah mau belajar dan berubah (mungkin beradaptasi ya)
hmm... mungkin setahun dua tahun lagi kalau ke sini lagi anak-anak sudah lebih bisa nangkep lebih ya...

Benar-benar seperti diingatkan lagi untuk tidak terjebak di zona nyaman sehingga gak mau belajar lagi :)














o ya, yang menarik lainnya adalah film tentang pembuatan model Homo Erectus dan Florensis. Sampe lupa fotoin filmnya juga saking kita terkagum-kagum nonton cara tim nya dari mendesain, mencetak sampai mewarnai dan memberi rambut model manusia purba itu berdasarkan fosil yang ada. Hasilnya seperti foto berikut :)







Gambir, Serabi Solo dan Pengantin Jawa #LiburanSolo (1)

Walaupun Eyang-nya anak-anak itu asli Solo, tapi kita sama sekali belum pernah ke Solo,  belum dapat kesempatan. Waktu dapat kabar Januari kemarin kalau Mbak Mote akan nikah di bulan Desember 2013 ini, langsung direncanakan untuk bawa Dhitto & Dhitta ke Solo, walaupun akhirnya mepet-mepet juga cari tiket dsb karena menunggu kepastian jadwal UAS. Dhitto antusias banget karena ingat banget Pakde nya kasih tau ada "Museum Purba" dan kesukaannya sama Serabi Solo "yeayyy aku mau makan Serabi Solo yang asli donggg" :)

Dan dimulai dari Jumat, 13 Desember 2013. Emang bawaan gak tenang aja kalau pergi, kalau telat kena macet bisa mules di perjalanan, saya minta ijin pulang setengah hari dari kantor. Padahal jadwal kereta kita pk.20.20 (Argo Lawu dar Gambir). Khawatir maceetttt karena itu hari Jumat plus hujan pula... 
Sampai di rumah, siap-siap perbekalan untuk snack sore dan makan malam anak-anak Papa-nya, pk.14.00 kita sudah berangkat dari Bekasi buat jemput Papa di kantornya di daerah Kelapa Gading.
Antusiasnya anak-anak bikin mereka gak bisa tidur siang di mobil, pura-pura merem sambil cemas juga kayaknya lihat hujan yang deres banget.

Waaaa.... jalanan lancar buanggetttt, sampai di kantor Papa belum jam 3 sore. Papa langsung telepon taksi untuk ke Gambir, dan petualangan pertama berawal di kantor Papa ini. Anak-anak baru tau kalau ada "Polisi" Safety yang bakalan nyemprit kalau duduk di kursi dengan cara yang tidak aman. Semua barang diletakkan di tempatnya di dalam garis kuning. Papa-nya ngajarin cara baca schedule project & progressnya yang dipasang pakai benang :)
daaannnn kita pun panik karena setelah 15 menit menunggu, informasi dari pool taksi, belum ada taksi yang merespon pesanan karena macet dan banyaknya penumpang.
Duh, siap-siapa untuk bawa mobil dan inepin di stasiun kayaknya. Untungnya 5 menit kemudian ada supir taksi yang telepon untuk konfirmasi :)
Gak tau emang dimudahkan mungkin ya, perjalanan dari Kelapa gading ke Gambir yang kita prediksikan bakalan lebih dari 1 jam itu ya kok lancar banget walapun hujan deresssss banget. Dhitta udah teler ketiduran juga, Dhitto juga... dan belum 15 menit mereka ketiduran, sudah harus turun dari taksi.


Pertama kali juga anak-anak ditugasi bawa kopernya masing-masing (yang isinya jaket, ransum dan boneka panda mereka masing-masing). Dhitto ikut Papa-nya buat tukar tiket ke loket, terus... hmmm... ya kita nongkrong dulu jadinya early dinner di salah satu restoran fast food di Stasiun Gambir.




 Be te juga tu Dhitto udah mau ke atas aja lihat kereta karena gak tahan dengar suara gemuruhnya kereta lewat di atas kita.... duh #ndeso nya anak saya ya, ini pertama kali juga buat mereka naik kereta jarak jauh (dulluuuu mereka kecil pernah ke Bandung dan Dhitto cuma ingat samar-samar). Senengnya cuma nongkrong di peron lihatin kereta datang dan pergi dan dengar suara "nakson" nya kata Dhitta :)


Menunggu itu memang paling membosankan, datanglah rombongan kami satu per satu, mulai dari Eyang, Bude, Oom dan Tante... dannnn.... off we go on the choo choo train... gak sampe satu jam perjalanan, pules juga dua anak ini...


Sabtu, 14 Desember 2013, kurleb pk. 03.30, dan Dhitttooooo haduhhh pekanya itu loh... begitu ada pemberitahuan sudah sampai Stasiun Tugu Yogyakarta, langsung bangun dan ngelongok ke jendela "udah sampe ya udah sampe ya". Dan perjalanan dari Yogya ke Solo itu jadi sangat lamaaaa untuk Dhitto. Dan sekali lagi yang bikin percaya kalau kita selalu dilindungi dalam perjalanan, kereta sampai cuma telat 5 menit dari jadwal.... hooraaayyy pertama kali naik kereta telat kurang dari setengah jam loh.. salut sama perubahan di PT KAI ini jadinya. Sampai juga di Solo dan tujuan pertama pastilah: SARAPAN :)
Oom Totok bawa kami ke Soto Kirana buat sarapan. Dhitta yang suka kuah itu enak banget makan soto seporsi. Dhitto yang be te lagi karena gak suka kuah, akhirnya dapet tempe bacem dan langsung makan 2 potong besar :D
Setelah drop Oom Totok di hotelnya dan kita belum dapat kamar, kita lanjut ke warung sotonya Tante Nindya, teman dari grup Microtia. Anaknya yang ke-2, Jonathan juga sama seperti Dhitta, punya telinga Nemo :) 
Selama ini cuma BBM-an saja, akhirnya ketemu juga... senangnya dapat saudara baru...

Tujuan berikutnya sebelum masuk ke hotel untuk istirahat: SERABI SOLO. Driver dari mobil carteran bawa kami ke Jalan Notosuman. Di situ ada 2 penjual serabi, Serabi Notosuman Ny. Lidia dan Serabi Notosuman Ny. Handayani. Untuk hari ini kita pilih di Ny. Handayani.
Beli sedus isi 10, polos dan coklat, harganya 21ribu, dengan asumsi untuk mereka berdua plus anak-anak Oom Totok, Radya & Tiara, akhirnya cuma sisa 2, gak tau tu Dhitto makan berapa, Dhitta makan berapa... akhirnya... Serabi Solo yang asli, kata Dhitto.



Acara utama hari Sabtu, 14 Desember 2013 adalah ya nikahan Mbak Mote. Pertama kali juga anak-anak lihat akad nikah, mereka baru pernah lihat upacara nikah di gereja dan di vihara. Dan baru pertama kali juga mereka lihat orang yang mereka kenal, Oom dan Pakde nya dengan kostum beskap lengkap dengan kerisnya. Menu makanan pertama setelah akad, lanjut dengan acara resepsi yang buat kita juga pertama kali. 
Tamu undangan semua duduk di kursi yang sudah diatur full di ruang resepsi. Petugas catering menuangkan minum ke gelas-gelas yang ada di meja-meja kecil di antara kursi-kursi dan bikin stress karena takut anak-anak nabrak meja itu.
Semua makanan dari pembuka sampe penutup ya ueennaakkk semua tu he he... Sementara kita makan, upacara dilangsungkan. Dhitto & Dhitta yang sudah kenyang dengan makanan pembuka, pindah nongkrong di baris paling depan buat lihat upacara dan tariannya. Abis itu, Dhitto nongkrong di pinggir panggung dengerin orkes keroncong yang ngisi acara.

Dhitta, ya normalnya anak perempuan, antri demi bisa foto sama Mbak Mote yang malam itu terlihat sangat cantik dan beda
Satu lagi pembelajaran untuk mereka tentang keberagaman dan kayanya budaya bangsa kita ya :) Jangankan di masyarakat, di keluarga kita pun sudah beragam banget kan...


Prajurit dan Raja itu ada beneran ya Ma?!?! #LiburanSolo (2)

Dan hari kedua, Minggu, 15 Desember 2013.... Sudah tidak sabar Dhitto selalu nyebut-nyebut Museum Purba. Tapi saran dari Oom Totok, lebih baik ke Keraton dulu daripada kesorean dan keburu tutup. Informasinya ada dua keraton di Surakarta ini, Keraton Kasunanan Hadiningrat dan Mangkunegaran. Gak punya bayangan sama sekali, kita minta diantar ke keraton Kasunanan saja, dengan pertimbangan sekalian mau mampir ke rumah ex boss Papa yang setau kami rumahnya di kompleks Keraton itu juga, sambil nunggu informasi no teleponnya yang ternyata sudah ganti.

Tiket masuk ke Keraton harganya 10ribu. Waktu kita beli tiket, Bapak yang jaga di situ bilang : bayar 3 saja Pak, itu yang satu masih anak kecil ... :D loh Dhitta tu masih kecil ya he he. Lalu Bapak itu menawarkan untuk memandu kami. Kami tanya berapa fee nya, beliau jawab biasanya 50ribu tapi Bapak Ibu mau kasih kurang atau lebih ya ndak apa-apa. *loh* he he.... bener-bener berasa ya beda sama di Jakarta yang udah jelas angkanya he he...

Dari tempat beli tiket ke pintu masuk, kita melewati sekolah. Sekarang sekolahnya judulnya SMP Kesatriyan, ceritanya, dulu itu sekolahan anak-anak raja yang laki-laki, Kasatriyaan.



hasil jepretan "juru foto komersial" n
Di pintu masuk ada patung besaaarrr, informasi dari Pak Pemandu, itu adalah patung PB VI, raja yang sangat berpengaruh, beliau juga yang mendanai perang Diponegoro dalam rangka melawan penjajah Belanda. Nah di sini ni suka ada tukang foto yang ikut-ikutan motoin terus begitu kita keluar dari situ, sudah ada hasil cetakannya. Pertamanya ditawarin 20ribu per lembar, ada 5 lembar foto kita. Tapi saya tawar dan kasih 20ribu dan cuma 2 foto yang kita ambil lah yang lainnya jelek beneerrrr...



Waktu kita masuk, passss banget waktunya prajurit keraton itu berbaris lengkap dengan marching bandnya untuk masuk (entah ke mana). Takjub banget Dhitto & Dhitta lihat pasukan prajurit itu yang rata-rata sudah berusia lanjut, dan Dhitto ngakak banget waktu salah satu prajurit berbaju merah sambil pegang pedang dengan tangan kiri di dada, tangan kanannya pegang handphone dan bicara dengan suara kencang "halloooo.... hallooooo...."

Pak Pemandu menjelaskan tentang abdi dalem, lalu lanjut ke pendopo dan ruangan raja di belakang pendopo itu. Lampu menyala di dalam pertanda raja ada di dalam. Dhitto & Dhitta lagi-lagi takjub... karena gak kebayang sama mereka raja tu ada beneran, bukan di dongeng saja :D. Lanjut ke bangsal tempat perjamuan makan dan acara-acara resmi seperti pemberian gelar. Konon bangsal ini pernah terbakar habis tepat pada saat keraton berumur 200 tahun. Cerita Pak Pemandu, sisa-sisa kebakaran dibawa ke Pantai Laut Selatan untuk "dikembalikan" kepada Kanjeng Ratu Kidul, karena janji Kanjeng Ratu Kidul akan menjaga keraton selama 200 tahun dan peristiwa kebakaran tepat 200 tahun setelah keraton berdiri. 
Dijelaskan juga beberapa artis seperti Syahrini, Anang, Dorce dianugrahi gelar bangsawan karena mereka memberikan donasi untuk pemeliharaan keraton ini. Karena keraton ini sekarang cuma simbol dan tidak punya kekuasaan, makanya diharapkan adanya donasi untuk pemeliharaan keraton. 
Dari halaman itu ditunjukkan bagian ujung sana itu dapur keraton yang dipakai untuk menyiapkan makanan untuk upacara Sekaten. Lalu pintu-pintu besar yang sekarang ruangannya dipakai untuk penyimpanan barang, dulunya dipakai oleh anak-anak raja. Aturannya, anak-anak raja tidak boleh lagi tinggal di dalam keraton setelah mereka menikah. 
Pohon yang ditanam di halaman itu adalah pohon sawo kecik karena membawa makna "kebaikan". 


dari tempat kita duduk sampai ujung pendopo,
kita harus jalan jongkok untuk menghadap Raja
Di part sini agak menarik juga Dhitto & Dhitta waktu tau: kalau mau ketemu Raja harus jalan jongkok dari ujung luar pendopo sampai di ujungnya, dan Pak Pemandu memberikan contoh cara jalan jongkok itu. Pandangan berbinar-binar mata sambil nyengirnya itu selalu membesarkan hati kalau saya tidak salah sesedikit mungkin dibawa ke mal dan bawa anak-anak ke tempat-tempat liburan seperti ini. Thanks banget buat @museumceria dan @LiburanAnak yang sudah sukses meracuni saya dalam membuat itinerary liburan :D

Di halaman depan pendopo itu juga sempat lihat seorang abdi dalem yang sedang ritual seperti sembahyang lengkap dengan dupa dan sesajennya. Benar-benar hal baru buat Dhitto & Dhitta.


gong perang
Lanjut kita dibawa ke dalam museumnya. Ada kereta kuda, wayang kulit yang usianya sudah hmmm lupaa berapa tahun tapi sudah tua banget, payung-payung yang dipakai untuk penobatan raja, payung putar untuk "hipnotis" karena jaman dulu belum kenal anastesi, maka anak yang mau dikhitam di"bius" dengan payung itu... :) Gong perang, yang dipukul tanda mulainya peperangan, 

ada dayung kapal perang, mangkok keramik yang konon untuk mengetes apakah makanan sultan ada racunnya atau tidak.
Periuk bessaarr yang kapasitasnya 50 liter beras.... kotak-kotak untuk membawa barang lamaran dan banyaknya sesuai sama apa ya.. duh kok lupa, pokoknya Dhitto sampe ternganga-nganga dengerin beratnya kotak buat lamaran itu...


foto dengan penampakan
Dan raja yang paling diinget sama anak-anak adalah PB X karena di fotonya perawakannya agak gemuk dan ceritanya: istrinya 40 dan anaknya seratusan :)) 
juga ada foto PB X dengan permaisuri dan satu putrinya, tepat di belakang PB X, ada penampakan wajah... itu juga yang bikin anak-anak inget banget




Yang paling menarik buat saya adalah beberapa guci antik cina, yang kalau ditabuh suaranya seperti suara gamelan.... adem banget dengerin Pak Pemandu itu nabuh guci-guci itu, mana cuaca juga lagi mendung gitu...



Selesai dari keraton, anak-anak tu bolak balik nanya, Ma, prajurit dan raja itu kan cuma ada di dongeng... itu raja tu beneran? atau patung?? (Dhitta ini mah yg nanya) orang beneran? dia ada di dalem? bisa ngomong? orang biasa?
sudah coba dijelasin, nanya lagi nanya lagi... duh mama papa nya sampe bingung gimana lagi jelasinnya.

Waktu keluar, ada prajurit yang menjaga pintu dan kita bisa foto dengan prajuritnya itu, diharapkan kita memberi seikhlasnya untuk mengisi kas.

Nah, tapi agak terbantu, sorenya, kami balik lagi ke komplek keraton itu, untuk mampir ke rumah eks boss papa. Judul di depan gerbang rumahnya: Ndalem MulyoKusuman. Jadi, Bude Dewi, istrinya Pakde Agus Rusbagyo itu, adalah cucu pangeran. Jadi pahamlah mereka kalau Raja itu "orang beneran". Dan sekarang rumah itu kosong dan Bude Dewi yang nempatin.
Rumah itu sudah jadi Cagar Budaya loh, ditetapkan oleh Pemerintah Kota Surakarta. Tapi gak tau juga apa efek lainnya selain tidak boleh dirubah, lihat kondisinya yang sudah mulai miring palang dan tiangnya, gak kebayang berapa besar biaya yang dibutuhkan kalau mau rapih-rapih rumah itu.
Yang menarik adalah, saya baru tau, komposisi rumah itu harus mulai dari pendopo, lalu ruang utama, kamar tidur utama di tengah dan 2 kamar tidur dengan posisi simetris di pinggirnya. Jadi rumah sebesar itu cuma ada 2 kamar karena 1 kamar yang di tengah itu sepertinya jadi seperti tempat keramat (^-^)
Di ruang tengah depan kamar utama, ada meja pendek dan permadani kecil, yang katanya sering dipakai orang untuk... ya mungkin sembahyang atau seperti itu, masih ada sesaji bunga-bunga di meja itu.
Tepat di balik tembok halaman belakang, itu adalah makam dari Kiai Solo. Jadi ya kata Tuan Rumah, sudah gak aneh kalau malam itu suka ada bayangan lewat brebet brebet atau tiba-tiba timbul wangi di sekitaran rumah..... :D masih dibecandain anak-anak: kalau ke Solo lagi nginep di sini ya, berani gak?
Tapi anak-anak gak ngeh tu he he, malah Dhitto nanya: itu ranjang Raja? Raja suka ke sini? Raja sekarang nomor berapa? terus kalau datang tidur di situ? itu foto Raja ke berapa?
Tadinya mau foto-foto jadi mikir karena Tuan Rumah cerita rekan lain yang pernah ke situ dan foto-foto, hasilnya blank semua 

Kurang lebih begitu pengalaman pertama anak-anak tentang keraton. Sempat juga lihat kebo bule di alun-alun dan diceritain driver kalau kebo bule tu sakti, waktu satu suro pasti balik sendiri ke situ.... tanggapan anak-anak: wahhh kebo nya pintterrrr X_X ha ha...