Jumat, 01 Agustus 2014

Di Karawang juga ada Candi dan Museum #LiburLebaran 2014

Libur Lebaran 2014 ini seperti biasanya kami tidak punya rencana liburan ke mana-mana. Saya pribadi paling malas untuk ke mana-mana pada saat libur Lebaran karena selalu sakit hati dengan harga makanan yang harus dibayar dibandingkan dengan kualitas makanan dan kenyamanan yang didapatkan he he.
Lebaran itu mending di rumah, bersih-bersih rumah, dan tidur siang dengan stok empal, ayam, nugget dan pempek semuanya homemade di kulkas.

Tapi di hari ke-3 mulai mikir juga ya, masak liburan sekarang benar-benar dilewatkan begitu saja. Kasihan banget anak-anak saya.
Kepikiran janji untuk mengunjungi tempat tugas Pastor kenalan keluarga di Karawang. Kurang lebih setahun yang lalu beliau ditempatkan di Karawang. Langsung usul ke suami dan nyokap, gimana kalau besok kita ke Karawang, ke tempat Pastor, terus kita lanjut ke candi di Batujaya yukk, sudah lama pernah lihat postingannya @museumceria di account IG nya soal candi di Batujaya ini tapi belum sempat aja ke sana.

Seperti biasa nyokap selalu sigap mencari informasi dari teman-teman di grup BBM nya (canggih ya Oma Dhitto Dhitta ini) dan dapat informasi dari tetangga yang besar di Rengasdengklok ini seperti ini: 

"jauh pisan itu mah, masih 25 km lagi dari Rengasdengklok, jangan dibayangin seperti Borobodur yah, itu mah cuma bata ditumpuk-tumpuk"

duh he he, informasi ini bikin Dhitto males juga kayaknya, paling susah tu Dhitto memang, kalau sudah tidak mau, akan konsisten tidak mau. Kalaupun dipaksa, jadinya cuma bakalan bikin suasana be te aja sepanjang jalan. Jadi sementara rencana ke Batujaya itu untuk cadangan, tujuan utama besok cuma ke Pastoran saja.

Jalan tol kemarin pagi (Kamis, 31.07.2014) lancar banget, dan dengan bantuan GPS, sampai juga kita di Gereja Kristus Raja, Jl. Parahyangan 45, Karawang. Seperti biasa, anak-anak langsung main dengan peliharaan Pastor, 2 ekor anjing bernama Gadis dan Ursula (keren banget ya namanya).
ini Si Gadis 

Gereja Kristus Raja, Karawang

ini si Ursula yang sangat lincah dan ramah dan beraatttttt


Kurang lebih pk.11.30 kami pergi untuk cari makan siang. Masih pada tutup kebanyakan, akhirnya kita dapat di Restoran Alam Sari di dalam lingkungan waterpart Wonderland di daerah Galuh Mas. Dan benar kan he he, makanan yang didapat porsinya bener-bener porsi lebaran. Nasi timbel dengan bungkus plastik, dengan ukuran nasi lebih kecil dari restoran fastfood. Ya sudahlah, yang penting kita sudah ketemu dan bisa makan bareng. Dari Pastor kita dapat informasi kalau jalan sepanjang 25 km dari Karawang ke Rengasdengklok namanya Jalan Proklamasi karena adanya peristiwa penculikan Soekarno-Hatta tgl 16 Agustus 1945 dan dari sana masih 40 km-an lagi ada pantai kalau kami mau main. Hmm... masih tetep pingin ke candi saya mah.

Setelah selesai dari Gereja, benernya saya kecewa, suami saya sudah mengarahkan mobil ke arah pintu tol Karawang Barat. Setelah akhirnya bisa membujuk Dhitto dan Bokap&Nyokap, akhirnya suami saya mau memutar mobil menuju Rengasdengklok. Berbekal GPS lagi, kami sampai di pasar Rengasdengklok. Berhenti di sebuah minimarket untuk beli minuman dingin, numpang ke kamar kecil, dan bertanya di manakah lokasi rumah sejarah Proklamasi. Kasir di minimarket memberi petunjuk. Arahnya mudah kalau dari petunjuknya, dari pasar, ketemu pertigaan kiri, lalu ada belokan ke kanan, belok kanan masuk ke Perumahan Permata Dengklok Permai. Lokasi rumah tersebut ada di dalam perumahan itu. Begitu informasinya.

Sampai di gerbang Perumahan Permata Dengklok, kami berhenti lagi bertanya ke penjual bakso di pinggir jalan. Istri penjual bakso memberikan petunjuk "itu di depan belok kiri, 200 meter dari situ di ujung jalan rumahnya".
Jalan masuknya itu hanya muat untuk 1 mobil. Bokap sempat nanya ke suami saya, gimana ini kalau kita papasan mobil. Suami saya jawab "ya nanti kita pikirin kalau beneran sudah ketemu deh" :))
Sudah 200 meter lebih tapi tidak ada tanda-tanda, akhirnya kami bertanya lagi ke seorang pemuda yang sedang nongkrong di warung : itu di ujung jalan sana, tidak jauh.

Dhitto akhirnya sudah mulai tertarik. Kelihatannya dia mikir juga kok pemimpin besar, Soekarno-Hatta, yang namanya mereka tahu dipakai untuk nama Bandara Internasional, ke daerah sempit dan kumuh seperti ini. Dia tanya "Soekarno-Hatta dulu naik apa ke sini? Ngapain ke sini?"
Untungnya kita nonton film "Soekarno" kemarin ini, jadi kami coba jelaskan ceritanya.

Akhirnya di ujung jalan, ketemu juga rumahnya, kami lihat ada gapura dari pipa besi "RM SEJARAH 45" dan ada papan penanda "cagar budaya".

"cagar budaya"

ada gapura dari pipa besi, gak sempet nanya apa maksudnya "RM Sejarah" itu

foto pemilik rumah (Babah Djiauw Kie Siong) di tengah foto-foto Soekarno, Hatta, dan beberapa pemuda

Kami parkir di halaman rumah sebelah rumah tersebut. Ada beberapa orang pengunjung yang selesai. Pemilik rumah, Ibu Djiauw Hoy Lin, cucu pemilik rumah tersebut (Babah Djiauw Kie Song) menyambut kami dan bercerita mengenai rumah tersebut dan kejadi tanggal 16 Agustus 1945. 
Kakeknya adalah seorang yang dermawan dan senang menolong, kalau panen raya saja katanya tidak pernah lupa untuk membagi hasil panen dulu kepada orang sekitar sebelum menjualnya. Pada saat rumahnya dibutuhkan untuk mengungsikan Soekarno-Hatta, dan akhrinya rumah tersebut penuh karena banyaknya pemuda, Babah Djiauw mengalah untuk pindah ke rumah anak paling besarnya di dekat situ. Tapi pagi-pagi tanggal 17 Agustus 1945, waktu menantunya ke sana untuk memberi makan babi peliharaan mereka, rumah sudah kosong, ternyata mereka sudah kembali ke Jakarta.
Ibu Hoy Lin menunjukkan 2 kamar di depan, yang sebelah kiri ditempati oleh Pak Hatta dan kamar sebelah kanan ditempati oleh Pak Karno, Bu Fatmah dan Guntur. Ibu Hoy Lin juga bercerita, ada meja bundar di ruang depan tersebut yang dipakai rapat, tapi sudah dibawa ke Bandung, ke museum oleh Pangdam Siliwangi Bapak Ibrahim Adjie.
Banyak foto Soekarno dan tulisan Pak Hatta yang berkunjung ke sana setelah 30 tahun.
Pengunjung tidak dikenakan biaya, tapi diminta untuk mengisi buku tamu. Ibu Hoy Lin bercerita, beliau dulunya berdagang di pasar, tapi habis kebakaran. Setelah itu, kakaknya minta dia dan suami pindah ke rumah itu. Dan mereka membuka warung sederhana di depan rumah. Rumah bagian belakang sudah direnovasi, tapi bagian depan tidak boleh dirubah karena cagar budaya, tapi nyatanya juga tidak ada dukungan apapun dari pemerintah setelah rumah tersebut ditetapkan sebagai cagar budaya.


Ibu Djiauw Hoy Lin yang menjaga rumah
Miris rasanya melihat kondisi rumah dengan peristiwa sejarah segitu besarnya, hanya bertahan dengan usaha dua orang suami istri tua yang berjualan di depan rumah mereka untuk merawat rumah tersebut dan bertahan hidup. Pada saat pulang kami memberikan sedikit uang kepada Ibu Hoy Lin.

Tidak disangka-sangka, Dhitto bilang: ya udahlah, aku mau ke Candi
Loh he he... hayok lah lanjuttt. Ibu Hoy Lin memberikan petunjuk jalan dari situ ke arah Candi.
Jalan ke candi menyusuri sungai irigasi. Ada hal baru yang didapatkan anak-anak: mereka mandi di situ, mencuci motor di situ, mencuci pakaian di situ.

Perjalanan lumayan jauh, 24 km kalau dari GPS. Arah ke candi lumayan lancar, tersendat sedikit-sedikit karena arah baliknya macet banyak orang kelihatannya pulang piknik dari pantai dengan pick up full orang di baknya. Hal baru lagi untuk anak-anak, jadi mereka lebih anteng di mobil gak ribut aja berdua karena sempit dsb dsb :)

Petunjuk jalan ke arah candi cukup jelas dan angka km nya lumayan bikin lemes juga, masih belasan km lagihhhh. Tapi akhirnya kita sampaaaiiii :) 

Mobil di parkir di halaman museum. Masuk ke museumnya pengunjung diminta untuk mengisi buku tamu. Saya tanya berapa tiket masuknya, kata Mbak nya, serelanya saja. Kami 7 orang, saya pikir kalau seorang Rp. 5.000 saja sudah murah banget kalau inget berapa harga masuk museum di luar negeri ya.  Jadi saya berikan Rp. 40.000,- kepada Mbak nya itu dan kelihatan dia sangat senang dan berterima kasih.
Duh, sekali lagi miris.
Di museum, kami sempat membaca sedikit mengenai informasi candi, dan anak-anak sudah gak sabar untuk melihat candi. Dari museum, kami diantarkan lewat pintu belakang, terus lewat pematang sawah, menuju candi. Whoooaaaa pengalaman baru lagi ni buat anak-anak: jalan di pematang sawah :)

Candi pertama yang kita lihat namanya Candi Jiwa, lalu lanjut ke Candi Blandongan di sebelahnya. Dhitto dan Dhitta antusias banget melihat candinya. Papa mereka menunjukan bahwa batu tersebut disusun satu per satu dan bertanya, dulu pakai apa ya nempel batunya, tidak ada semen. Bagaimana orang jaman dulu bisa mengangkut batu segitu banyak dan membentuk batu sedemikian rapinya dengan peralatan minim. Belum terjawab, tapi minimal sudah ada bahan untuk dicari anak-anak.
Papa juga menjelaskan kalau sebelumnya itu sawah, ketemu sedikit, lalu digali sedikit-sedikit, disusun lagi sehingga jadi seperti yang sekarang dilihat, itulah pekerjaan seorang arkeolog. Ini mengingatkan kembali tentang arkeolog, 
Untung juga kita sampai ke sana agak kesorean, hampir jam 4 sore kita sampai ke sana. Jadi jalan di pematang sawah ke candi itu nyaman karena sudah tidak panas dan angin semilir sawahnya bikin betah anak-anak main di sekitaran candi.


nyusurin pematang sawah ke candi

Candi Jiwa


suasananya bikin anak-anak happy dan semangat, pengaruh udara bersih juga sepertinya

Candi Blandongan

Kembali ke museum, barulah anak-anak membaca papan-papan informasi yang ada dan keterangan-keterangan koleksi. Yang menarik untuk anak-anak adalah replika arca kepala binatang, ada rangka manusia yang dikubur di bagian bawah candi, dan tablet-tablet kecil yang dibuat dengan cara dicetak.


hmm begini ya batu-batu itu disusun

binatang itu selalu jadi perhatian Dhitto & Dhitta apapun  bentuknya

membayangkan bikin cetakannya dan mencetaknya


Dhitta komentar: kita keseringan jalan-jalan ya Ma... hmm, jadi kita gak usah jalan-jalan lagi gitu?? Ya enggak lah, tapi aku mau juga ke Candi Borobudur juga, ke Bukittinggi :)
Saya tanya ke dua anak itu, kalau liburan milih ke Mal saja (seperti 2 hari sebelumnya menghabiskan waktu di mal ketemuang dengan keluarga besar, makan enak) atau seperti ini saja? Dengan tegas mereka jawab: lebih seneng seperti ini :)

Okay deh anak-anak.. masih banyak museum dan candi yang bisa kita datangin di Indonesia ini :) sambil ngumpulin rejeki untuk bisa berkunjung ke tempat Oom dan Tante-nya di Jerman sana dan kita berkeliling dari museum ke museum ya.

Lumayan, akhirnya liburan Lebaran ini tidak berakhir begitu saja. Anak-anak senang walaupun capek dan jadi banyak bertanya.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar