Sabtu, 04 Januari 2014

Kok anak saya gak punya kain batiknya?? (Museum Batik Kuno Danar Hadi) #LiburanSolo (4)

Mencoba menulis lagi liburan ke Solo kemarin walaupun sudah agak basi juga ya, daripada enggak, iya ya... dipikir-pikir selain upload-upload di FB foto-foto plus komen-komen yang tujuannya biar nanti anak-anak bisa lihat juga pengalaman mereka waktu kecil, pakai blog juga harus dilakonin nih, karena bakalan bisa lebih detail ceritanya :)

Hari terakhir di Solo sebelum kembali ke Jakarta dan harus berjuang untuk sampai rumah di Bekasi dari Bandara #phew

Karena waktu yang mepet dan inputan dari Tante Ajeng @museumceria dan Tante Wita, jadinya kita sempetin ke Museum Batik Kuno Danar Hadi, dengan harapan sebelum ke bandara masih sempat ke Museum Radya Pustaka.

showroomnya juga cozy banget tempatnya
Setelah beli oleh-oleh Serabi dulu, langsung kita ke Museum Batik Kuno Danar Hadi di Jl. Slamet Riyadi.Bingung juga masuk ke lokasinya, yang keliatan di bangunan utama di tengah judulnya restoran gitu, nanya ke Satpam ditunjukkan ke arah gedung yang agak lebih kecil di sebelah kiri, ternyata masuk ke showroom. Karena masih pagi, mungkin baru buka, para staff kelihatannya sedang briefing pagi di ruang tengah showroom.


kasir tempat beli tiket museum dan bayar belanjaan
Agak gimana gitu rasanya, waktu seorang staff, yang belakangan memperkenalkan diri sebagai Ibu Asti, menegur dengan agak keras dan menanyakan keperluan kami. Kami bilang kami mau ke Museum, Ibu Asti bilang, bisa, tapi tunggu dulu dan apakah kami keberatan kalau digabung dengan rombongan lain dari sebuah SMK. Agak bingung juga pertamanya, kami pikir kan masuk museum biasa, beli tiket dan masuk ke ruang pamer.
Tiket masuk museum Rp 25.000 untuk umum dan Rp 15.000 untuk pelajar. Jadi kami ber-4, Papa, Mama, Dhitto dan Dhitta membayar Rp. 80.000.

Ternyata, masuk ke ruang pamer museum ini akan dipandu oleh seorang pemandu. Rombongan SMK yang datang waktu itu dibagi menjadi 2 gelombang dan kami ikut rombongan pertama.
Di ruang depan museum, sekali lagi Bu Asti memperkenalkan nama dan jabatannya sebagain Asisten Manager toko dan bilang kalau hanya dia sendiri yang bertugas karena baru saja 3 pemandunya mengundurkan diri, karena sikap tegasnya. 
Belakangan beliau cerita soal anak-anak sekarang yang kurang bisa menjaga citra produk yang mereka "jual". Misalnya dengan keukeuh pakai jeans sebagai pemandu museum.

Prolog dari Bu Asti ini sayangnya gak sempet saya rekam, jadi tidak terlalu ingat detailnya. Di sana juga gak nemu flyer atau booklet gitu kayaknya yang bisa dibawa pulang.
Aturannya di museum itu adalah tidak boleh mengambil foto di dalam ruang pamer dengan alasan:
1. Pengambilan foto dengan lampu blitz bisa merusak kain koleksi museum yang beberapa sudah berusia tua
2. Alasan intelektual properti untuk desain interior dsb.

Wah, kecewa juga ya, jadi gak bisa nunjukkin lagi ke anak-anak ini apa itu apa gitu tar kalu pulang.

Semua koleksi dijelaskan dengan jelas oleh Bu Asti, duh, udah ketimpa sama kerjaan jadi banyak yang lupa penjelasannya. Kurang lebih ini yang saya ingat, maaf kalau ada yang tidak tepat:


resto 
1. Museum Batik Kuno Danar Hadi ini adalah museum yang didirikan oleh Pak Hadi pribadi. Kalau tidak salah ingat, Danar adalah nama orang tua dari Ibu dan Hadi adalah nama Bapak. Ada foto-foto dari kakek nenek, orang tua dan anak-cucu Pak Hadi. Dijelaskan satu per satu dan maaf, kelemahan saya adalah mengingat nama (^^,)
Museum ini didirikan untuk... duh lupa, yang pasti ada untuk pendidikan, melestarikan kebudayaan dan dibuat terintegrasi gitu wisatanya dengan adanya museum, showroom tempat belanja dan restonya juga.

2.  asal kata batik, yaitu "Amba" (=menulis) dan "Titik". Jadi agak aneh juga kalau ada orang lain yang mengklaim hak ada batik, karena dari asal bahasanya pun adalah bahasa Jawa.



3. Mengenai batik sebagai warisan budaya, intangible heritage: saya baru tahu kalau batik itu begitu dalam artinya untuk orang Jawa.  Bayi yang baru lahir dibungkus dengan kain (kalau ada) yang dipakai oleh orang tua atau bahkan kakek neneknya dengan harapan anak tersebut akan menjadi baik seperti ortu atau kakek neneknya. Makanya kita harus jadi orang baik supaya anak kita yang dibungkus pakai kain kita akan menjadi baik juga :) Jadi kain batik tersebut akan dibawa terus oleh seorang Jawa... hmmm tapi suami saya yang orang Jawa kok gak punya ya kayaknya dan gak pernah lihat kebiasaan itu di keluarganya. Coba kalau masih ada. Semakin berumur semakin menarik juga untuk terus menjaga adat atau kebiasaan yang ada untuk diteruskan ke anak cucu ya...

4. Selanjutnya ada ruang batik keraton, sebelah kiri batik keraton Surakarta dan sebelah kanan batik keraton Yogyakarta. Ada beberapa perbedaan: warna, arah motif kain dan cara lipatan plits waktu dipakai.

5. Lalu baru tau juga, kalau batik yang dipakai oleh kalangan bangsawan, keraton dsb itu justru lebih tidak berwarna, lebih dominan coklat. Batik yang berwarna dipakai oleh kalangan pesisir yang zaman dulu dianggap dari kelas yang lebih rendah. Dan ada korelasi motif batik dengan kehidupan masyarakatnya. Seperti motif padi dan motif ikan. Ada juga batik yang dipengaruhi oleh budaya India... hmmm harus browsing lagi ni buat cari infonya lagi yang sudah menguap kena "Stok Opname" dan "Deffered Tax" di kantor #curcol
o iya, ada juga menarik, batik yang dibuat oleh orang-orang Eropa yang tinggal di sini, itu motifnya ada motif dongeng Eropa juga. Kita lihat ada motif Snow White dan si Tudung Merah lengkap dengan serigalanya :)


ini action aja pakai pajangan di showroom :)

6. Di ruang selanjutnya, ada bahan-bahan untuk setiap step pembuatan batik. Ada dua macam cara kayaknya. Tapi sayang banget, ruangannya terlalu penuh dengan pengunjung pelajar SMK, jadi Dhitto Dhitta gak bisa dengar jelas, gak keliatan juga barang yang ditunjuk oleh Bu Asti. Yang pasti kita tangkap: batik itu dibilang batik kalau prosesnya pakai lilin, mau ditulis, atau dicap. Beda dengan disablon. Cara membedakannya adalah, kalau sablonan motif batik itu kain di bagian belakang kain, warnanya tetap sama, tidak lebih blur. Dan untuk pewarna, sekarang ini sudah menggunakan pewarna kimia, tapi tetap dengan lilin. Kalau dengan pewarna alam, prosesnya akan lebih lama (bisa makan waktu 4 bulannnn) sehingga harganya jadi sangat mahal.


Setelah ruang pamer, kita dibukakan pintu besar yang ternyata langsung masuk ke workshop Batik Danar Hadi. Nah, di sini kita boleh foto-foto. Prosesnya dari yang ngemal, pakai canting, ngecap, terus juga ada area untuk pencelupannya.
Terkagum-kagumlah Dhitto & Dhitta lihat ketrampilan para ibu yang menggunakan canting dan para bapak yang menggunakan alat cap.



membuat pola


lilin panas

batik cap
Hmm.... beruntungnya ya anak-anak sekarang. Mau lihat dan belajar apa juga lebih gampang. Dan beruntung pula ortu sekarang, informasi lebih mudah didapat, fasilitas untuk bantu anak belajar juga lebih banyak dan murah dibanding jaman kita dulu ya:)
ohhh kayak gini ya cetakan batiknya

ibu nya jagoan Ma... cepet banget :D
Dan.... yang gak boleh dilupakan dari kota Solo itu semua makanannya yang enak-enak :9 dan MURAHHHH seperti Bakso Pak Ruk untuk santap siang terakhir kita sebelum pulang ke Bekasi.
Sudah janjian dengan Tante Wita untuk cari waktu Tur Museum dan Candi daerah Solo dan Jogja... hmmm... mudah-mudahan bisa kesampean di tahun ini ya...






Tidak ada komentar:

Posting Komentar