Selasa, 29 September 2015

Nanti gede sebelah

Cuma pingin mencatat saja beberapa kejadian yang berkaitan dengan kondisi #microtia Dhitta, untuk kenangan, untuk catatan saya sendiri:

2006


Dhitta lahir, waktu lahir, sempat lihat sedikit telinganya sepertinya beda. Kepikiran banget benernya nungguin bayi saya dibawa ke saya setelah dibawa untuk dibersihkan, dicap kaki dsb... telinganya kecil dan tertutup sebelah... mungkin karena capek semalaman, setelah dibawa ke kamar kurang lebih jam 5 pagi, saya tidur, dan kurang lebih jam 8 pagi, dibangunkan oleh suster yang datang dengan Dr. Ratna. Dokter Ratna langsung bilang: Telinga anak kiri Ibu normal, ini hasil tesnya (OAE Test), jadi tidak akan ada masalah dengan komunikasi untuk anak ini... Untuk selanjutnya, nanti bisa melakukan BERA Test untuk mengetahui kondisi telinga dalam yang kanan. Ramah dan lugas, kalau gak ada penjelasan itu mungkin bakalan nangis-nangis kali ya.
Juga (alm) Sr. Francine yang waktu datang ke kamar, gendong Dhitta dan ketawa geli waktu Dhitta jilat-jilat pipinya "Kau pikir susu mama-mu ya" dan bilang "tidak usah kau apa-apakan telinganya, coba lihat Dr. Kelly itu, itu kelebihan dia malahan kan"

Berikutnya, Kung-kung dan Ema aturin jadwal daftar ke Prof Taufik di Jl. Sumatra Bandung itu untuk konsul Dhitta. Setelah duduk di depan meja konsulnya, Prof liatin Dhitta, Dhitta yang tidur tau-tau bangun, melek dan liatin Prof nya :)
Prof-nya bilang: hari ini dapat pasien 2 bayi cantik. Terus diperiksa. Begini yang disarankan Prof : sudah tidak apa, begitu saja, apalagi telinga sebelahnya sempurna. Ada pasien saya yang dua-duanya tertutup dan hidup normal saja. Dan tidak sangat bijaksana kalau orang tuanya berpikir untuk operasi karena di daerah pipi sekitar telinga itu banyak sekali syaraf, resikonya sangat tinggi. Hanya untuk estetika tapi resikonya jauh lebih besar.

Itu dua kejadian yang membesarkan hati. Tapi ada juga seorang kawan yang menjenguk, dan berkata (saya mengerti sekali dia katakan ini karena maksud baik, tapi tetap saja bikin sedih) : harus dipersiapkan untuk operasi, anak perempuan soalnya.

Tapi selanjutnya, saya tidak terlalu memikirkan masalah itu lagi. 

Sempat bawa Dhitta ke Kasoem di Jl. Setiabudi Bandung untuk BERA Test. Tapi kayaknya dia tu kuat banget sama obat tidur. Jadi gak berhasil tesnya.


Kurang lebih tahun 2010 mungkin ya, Ibu mertua (alm) memberikan artikel di tabloid Nova langganannya. Isinya wawancara dengan Dr. Dini. Baru tau dari situ kalau kondisi Dhitta itu namanya #microtia.

Mulai coba searching di internet tentang #microtia itu dan ketemu page yang dibuat Dr. Bagus https://microtia.wordpress.com/about/
Dari page itulah akhirnya kenal dengan teman-teman di Microtia Indonesia yang sangat membantu terutama dalam hal informasi. 


2012


Dhitta tes BERA di RSIA Hermina Bekasi. Ada kejadian dengan Pak Dokter yang tidak mungkin saya lupakan :)

Saya bawa Dhitta ke RSCM untuk konsultasi pertama dengan Dr. Dini. Di sana kami ketemu dengan pasien Dr. Dini, anak cowo, umurnya sekitar 10 tahun dari Bandung, yang mau menjalani operasi tahap ke-2. Gak tau kenapa, melihat hasil operasi tahap pertama itu ada sedikit rasa takut yang muncul. Saya merasakan juga Dhitta merasakan hal yang sama. Lihat bentuk hasil operasi tahap satu itu saya langsung mules mikirin operasinya, rasa sakit yang bakalan dirasain Dhitta... gak tau kalau Dhitta sendiri mikirin apa.  
Liburan akhir tahun 2012 itu kami ke RSCM untuk CT Scan, tapi tanpa follow up apa-apa. 

Setelah itu sampai sekarang, masih memutuskan untuk tidak operasi daun telinga untuk Dhitta.
Kemarin-kemarin pun Dhitta ditanya mau gak operasi daun telinga, dia jawab: gak mau, nanti gede sebelah, maunya pasang alat aja...

2013

Bawa Dhitta konsultasi ke Prof Tan di KKH Singapore, sudah cerita di tulisan sebelumnya

Pertama kali merasakan "dunia runtuh" itu seperti apa. Pertama kali juga saya melihat Dhitta "down" dengan kondisinya seperti itu. Ini sudah cerita juga di tulisan sebelumnya ya :) nyesek aja tiap kali inget kejadian itu... 

2014

 Microtia Gathering. Terima kasih banget untuk Dr. Trimartani, Dr. Dini dan tim-nya yang menyelenggarakan acara ini. Ada beberapa penjual alat bantu dengar yang ikutan acara ini. Jam istirahat kami sempat ke boothnya Kasoem. Dhitta cobain pake BAHA dengan softband (karet seperti bando). Waktu dipasang, saya bicara dari sebelah telinga kanannya... kelihatan banget matanya itu jadi bulattt banget, kelihatan seneng banget, dia senyum dan bilang "jadi kenceng banget" 

Semenjak itu, sudah membulatkan tekad untuk ngumpulin uang untuk pemasangan BAHA untuk Dhitta.

2015


Dhitta seperti biasa ikut Ka Sally untuk manggung. Kali ini acaranya di Keong Mas TMII. Acara buka puasa bersama anak yatim dan anak-anak ngisi acara Operette Aladdin.

Dhitta disanggul sama seorang Mama, tapi... kok yang sebelah kanan rambutnya harus diturunin ya? Jadi menutupi bagian telinga gitu?
Dengan sensinya saya nanya ke Mama itu: kenapa modelnya begitu ya? bukannya dicepol biasa? 
Agak gelegepan juga tu Mama... (mengertiiii kok) : gak kok, model baru aja.
Saya: gakpapa kok Mam, biasa aja, biasa juga dicepol biasa
Sensi waktu itu intinya mah....Pertama kali selama Dhitta nari dan selalu kan rambutnya pasti diikat ke atas gitu ada yang "mempermasalahkan" hal itu sehingga harus ditutupi.


Acara buka puasa bersama di Keong Mas TMII. Bersama Cinta dan Oma Chacken.

Dhitta sudah kelas 4. Tahun pelajaran ini balik lagi ke kurikulum 2006. Dengan buku cetak tebal 1 buku per 1 mata pelajara, tambah 1 buku LKS, dan standard sekolah: 1 buku catatan, 1 buku PS dan 1 buku PR.
Bab pertama PKN itu bikin stress saya juga si: perangkat desa. Duh ngapalin seperti itu... saya aja bosan banget bacanya dan gak berhasil nemuin cara yang menarik untuk mempelajari itu.
Dan ini anak kayanya mulai "beger" kali ya. Susah banget dibilangin. Apalagi kalau diinterupsi sama TV. Belum lagi ngomongggg terus... bawelnya ampun-ampunan, emang umurnya kali ya. 
Malam itu saya ngajak ngobrol Dhitta. Lupa saya duh kelamaan dipending ini nulis. Kayaknya karena ulangan jelek atau tugasnya itu gak disiapin padahal sudah diingatkan berkali-kali.
Maksudnya ingin mengingatkan supaya lebih banyak mendengar daripada bicara.
Tapi pemilihan kata-kata saya salah:

Saya: Dhitta, jangan ngomong terus, dengerin dulu kalau orang tua atau guru ngomong. Telinga Dhitta ada berapa? (dan mau diterusin dengan: mulut berapa, kan banyakan telinga daripada mulut ya...)
Dhitta: satu...
Saya : (tepok jidat dalam hati, duh bodohnya sayaaaa....) hmm... kan rumah siput Dhitta ada kan, tulang-tulang pendengaran Dhitta juga ada kan, makanya bisa nanti dibantu pakai alat... jadi telinga Dhitta ada 2, dan mulut Dhita ada 1, jadi tetap harus lebih banyak mendengar daripada bicara ya....

Langsung peluk Dhitta... maaf ya De... maaf...

Foto ini diambil 15.08.2015 waktu ada teman baru dari Manado yang add dari grup FB Mircotia Indonesia


20.09.2015
ikutan lomba mewarnai di Mega Bekasi Hypermall. Benernya Dhitto sih yang lomba, tapi karena gratis dan waktunya kosong ya ikutan aja ya De...
Waktu nunggu pengumuman, kita pergi makan dulu dan lihat-lihat mainan. 
Dhitta: (sambil pindah ke sebelah kanan saya dan dorong Koko-nya untuk pindah dari sebelah kanan saya) aku di sebelah kanan jalannya, soalnya kalau di sebelah kiri aku gak kedengeran Mama ngomong apa. Di sekolah juga aku gitu, kalau jalan aku minta sama temenku aku jalan di sebelah kanan supaya kedengeran.

Boleh lebay gak si?? Rasanya kok gimanaaaa gitu.... merasa bersalah sepertinya saya gak cepat bertindak dari dulu untuk follow up pasang BAHA itu semenjak gathering tahun kemarin.


Juara 1 Lomba Menghias Cake di Grand Metropolitan 27.09.2015
  29.09.2015

Lusa mau ke Kasoem Cikini. Sudah buat janji di sana.... Jesus bless us ya De.... untuk kebaikan kita semua...







Selasa, 08 September 2015

Sebenarnya bisa kok pakai mobil bagus.....

Sudah lama gak terlalu ngikutin berita selain berita di situs berita online aja dan itupun kebanyakan cuma dibaca judulnya.
Timeline juga jarang banget dibaca semenjak libur panjang kemarin, gak tau deh kayaknya ribet banget aja semenjak liburan kemarin. Efek pindah tempat baru juga jadi rasanya belum stabil #alesan.
Gak terlalu inget juga di mana lihat ada ulasan Museum Perumusan Naskah Proklamasi, terus kemarin pergi survey lokasi, teman kantor bawa tabloid entertainment gitu, dan ada ulasan pembuatan film Jendral Soedirman. Wah, kacau, beneran kudet sekarang.

Akhirnya ada juga ni waktunya. Minggu, 06 September 2015, anak-anak ujian piano. Cuma sebentar kan ujian pianonya, pagi juga, jadi bisa kayanya kita mampir sebentar ke Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Dhitto mah udah semangat aja : asikkk aku lagi belajar tu tentang kemerdekaan dan proklamasi.

Anak-anak tambah gede ya, tambah dewasa, tambah mikir maksudnya :)) 
Ujian tahun kemarin kayaknya mereka santai-santai aja, masuk ruangan ujian tanpa beban. Tahun ini sudah lebih mikir, lebih khawatir, dan keluar ruangan ujian dengan tangan yang dingin banget. Semoga baik hasil ujiannya ya....





Lanjut langsung ke Museum, gak susah nyarinya, sudah ada di Waze kok langsung lokasinya, jadi gak usah nyusurin jalan cari satu-satu. Alamatnya di Jl. Imam Bonjol no 1, persis sebelah Gereja GPIB, dekat Mesjid Sunda Kelapa.

Halaman parkir museum lumayan ramai. Ada acara pameran Soetardjo Kartohardikusumo, salah satu orang yang hadir pada malam persiapan naskah proklamasi pada 16-17 Agustus 2015. Sekaligus ada acara silaturahim anak-cucu-cicitnya juga info dari Pak penjaga museum.

Tiket masuk museum Rp 2.000 untuk dewasa dan Rp 1.000 untuk anak. Ya pasti komen Dhitta: waduh murah banget. Kami berempat dikasih tiket dengan total Rp 6.000 sampai gak tega untuk ambil kembaliannya. Anak-anak dikasih leaflet isinya tentang sejarah bangunan tersebut dan peristiwa tgl 16-17 Agustus 1945, satu orang satu leaflet dan satu komik "Bung Hatta, Bapak Ekonomi Kerakyatan" . 
Dan suasana museum juga terang, bersih, pendingin udara berfungsi dengan baik :)


Pak penjaga buku tamu langsung bertanya kepada anak-anak, sudah kelas berapa? Lagi belajar tentang proklamasi kan?? Kita nonton dulu saja supaya lebih mengerti isi museum ini apa saja ya. Kita setengah "digiring" gitu oleh Pak-nya ke ruang nonton di sebelah kanan. Ada pengunjung lain juga yang "digiring" masuk oleh Pak-nya itu. Dibanding jaman dulu kesannya penjaga museum itu cuma duduk ngantuk aja jaga tiket, lihat Pak ini, walaupun caranya agak gimana gitu mengarahkan anak-anak, seneng juga ya, kesannya beliau semangat menekankan bahwa museum dan isinya ini sangat berguna untuk anak-anak.

Masuk ke ruang film, ruangannya cukup nyaman. Ada kursi di pinggir dan karpet yang bersih bisa dipakai untuk duduk kalau ruangan penuh. AC juga dingin. Filmnya berisi penjelasan mengenai apa saja yang ada di museum itu. Lumayan jadi kita dapat penjelasan tentang museum. Luas tanahnya 3900 m2 lebih ya (^o^)


Setelah nonton film, baru mulai berkeliling museum. Karena sudah tau dari film, kami mulai dari ruang tamu tempat Laksamana Maeda menerima Soekarno-Hatta, lalu ke ruang tengah tempat perumusan naskah Proklamasi, lalu ke ruang pengetikan, dan terakhir di lantai 1, ruang depan tempat para tokoh-tokoh menunggu hasil.

Ruang tamu di mana Laks Maeda menerima Soekarno-Hatta
 
Meja tempat merumuskan naskah proklamasi: Soekarno-Hatta dan Mr. Ahmad Soebardjo



Ada beberapa layar sentuh yang berisi informasi: denah museum, sejarah kemerdekaan dari perang Pasifik sampai Agresi Militer 2, tokoh-tokoh yang hadir. Dan bagusnya, semua layar ini berfungsi dengan baik. Ada satu di ruang tamu, satu di ruang tengah, satu di ruang baca.


Di lantai 2 ada barang-barang peninggalan tokoh-tokoh tersebut dan biografi singkatnya. Anak-anak belum tertarik untuk baca satu per satu tokoh di panelnya. Cuma Soekarno dan Hatta saja yang mereka tertarik, dan o iya, sampa di museum kemarin kita belum kepikiran buat nonton film Soedirman sampai Dhitto nemu panel Soedirman dan bilang ada filmnya loh Ma.... iya ya...

Bosan dengan panel-panel itu, anak-anak minta turun ke ruang baca yang di film tadi kelihatannya menarik banget. Tapi komentar Dhitta lagi: tadi di film bukunya banyak, tapi kok aslinya dikit yaaa...






Masih penasaran, dan ini yang sangat memalukan buat saya si: anak-anak minta lanjut ke Pegangsaan Timur no 56 tempat dibacanya naskah proklamasi itu. Saya dan Papanya gak terlalu ngerti di mana itu Pegangsaan Timur 56, jadi kita nanya ke Pak nya itu dan dikasih tau udah jadi taman dan tugu saja, di sana tidak ada apa-apa. Kita sempet nyari ke sana pake nyari di Waze, ternyata tugunya itu kita selalu lewatin ya :)) oh itu beneran Tugu Proklamasi toh... 

Pak-nya ngasih tau kalau ada pameran tokoh, dan tokoh bulan ini adalah Soetardjo Kartohadikusumo. Kita diajak ke gedung kecil di samping gedung utama, diminta mengisi buku tamu, anak-anak dikasih pin. Di dalam informasinya ditulis di panel. Lumayannya ada TV juga yang memutar film, isinya Pak Soetardjo itu termasuk salah satu orang yang pergi ke Jepang untuk melihat pertanian di sana. Lumayan, anak-anak jadi anteng sebentar nonton TV, kami bisa baca-baca panel-panel itu.

Membaca panel biografi singkat para tokoh di lantai 2, dan cerita lebih lengkap perjuangan Pak Soetardjo ini, rasanya menggugah ya. Tahun segitu, fasilitas tidak segampang kita, informasi tidak semudah sekarang didapatnya, mereka benar-benar berjuang sepenuh hati, mengorbankan sampai harta pribadi ya... sekarang?? duh berita yang muncul bikin enek terus tiap hari (^,^)

Setelah lewatin Tugu Proklamasi, makan siang di kompleks Megaria situ. Rujaknya menarik bangetttt tapi kayaknya perut udah gak cukup. Coba lihat jadwal film Jendral Soedirman itu, masih lamat banget di Metropole situ, akhirnya kita memutuskan untuk balik ke Bekasi aja nonton di Bekasi.

Film Jendral Soedirman itu, menurut saya si kurang menggambarkan kehebatan koordinasi Jendral Soedirman dalam perang gerilya, tapi sangat berhasil bikin anak-anak merasakan susahnya mereka bergerilya. Kehujanan, naik turun gunung, kelaparan, dikejar dan nyaris mati. Semangat dan loyalitas berjuang itu berhasil bikin anak-anak yang walaupun hari itu sudah dari jam 6 pagi bangun siap-siap ujian, sampai sore di rumah habis nonton, semangat buat beresin PR dan belajar. Padahal biasanya kalau udah cape gitu ada aja ulahnya di rumah :)

Bangga banget nemu kata-kata ini buat anak-anak *kipas-kipas* waktu adegan terakhir Jendral Soedirman dijemput dengan mobil bagus: nah kan, lihat deh, Jendral Soedirman tu sebenarnya bisa kan gak usah susah, tetap di kota, pakai mobil bagus, tapi Pak Soedirman lebih memilih jalan kaki ke hutan untuk bergerilya demi mempertahankan tekadnya Indonesia merdeka 100%.
Dan saya selalu tidak akan pernah lupa sinar yang keluar dari mata anak-anak itu waktu dengar itu.
Semoga semangat itu selalu menyala ya... untuk kita semua berjuang di bidang masing-masing ya.










Jumat, 21 November 2014

Sumpah Pemuda, Perjuangan menuju Kemerdekaan dan mempertahankan kedaulatan NKRI

Tahun kemarin waktu Dhitto masih kelas 3, pernah rencana ke Museum Sumpah Pemuda. Waktu Dhitto dapat PKN tentang Sumpah Pemuda dan dia lihat-lihat buku Museum di Jakarta hasil hadiahnya kuis @museumceria, dia sendiri yang kepingin banget.
Tapi sayangnya waktunya itu mepet libur Lebaran dan sepertinya pada tutup juga museumnya. Entah dari mana dia dapat informasi isi museumnya, dia kehilangan minat untuk pergi. Katanya: males ahhh, museumnya kecil begitu.
Dan Dhitto satu ini kalau sudah bilang "males" dooohhh bisa perang dunia kalau kita tetep maksain. Ya sudah deh, berlalu begitu aja.

Sekarang, Dhitta udah kelas 3, dan kemarin lihat dia sudah dapat materi Sumpah Pemuda itu. Tgl 28 OKtober kemarin, waktu nungguin di RS, lihat TV ada liputan Museum Sumpah Pemuda. Kelihatannya menarik, museumnya rapi dan ada fasilitas multi medianya.
Jadi saya coba ajak Dhitta dulu hari minggunya mumpun gak ada acara apa-apa buat ke Museum Sumpah Pemuda. Dia antusias banget. Deg-degan akan respon kakaknya, ternyata mau juga :)
Antusias banget anak-anak. Hari minggunya yang biasa kita ke gereja Misa jam 08.30, ini mereka rela ikut misa jam 6 pagi supaya kita gak terlalu siang ke sananya (walaupun akhirnya Dhitta gak ikut karena gak bisa bangun he he)

Sampai juga kita di Museum Sumpah Pemuda. Padahal kita sering lewat ya, tapi gak pernah ngeh loh... apalagi Kung-kung (Opa) nya anak-anak yang waktu kecilnya sering banget ngelintasin Senen-Mester tapi gak pernah ngeh juga.
Di jalan anak-anak cari di buku Museum nya dan baca kalau tiketnya dewasa Rp. 2000 dan anak-anak Rp.1000. Kaget banget mereka... dan lebih kaget lagi waktu sampai sana, ternyata gak bayar. Cuma isi buku tamu. Kata Pak Satpamnya, sekarang lagi pameran sehubungan dengan perayaan Sumpah Pemuda, jadi digratiskan masuknya.




Gak nyangka aja kalau ternyata di ruangannya sudah ber-AC, jadi cukup nyaman untuk membaca informasi yang ada di ruangan. Tidak terlalu banyak koleksi yang ditampilkan, tapi sudah cukup banget untuk membuat Dhitta ngeh dengan apa itu peristiwa Sumpah Pemuda. Yang menarik untuk anak-anak adalah bendera-bendera Jong-Jong yang ikut Konferensi, patung WR Supratman dengan latar belakang lagu Indonesia Raya.
Menyanyilah Dhitta (membaca not) di depan patung itu :)
baca not lagu Indonesia Raya *mentang-mentang udah bisa baca not habis latihan 3 bulan untuk ujian piano*


\Sayangnya semua multi media tidak difungsikan. Salah seorang petugas (petugas atau bukan kita tidak pasti juga karena pakai kaos oblong) nongol dari pintu dekat multi media yang sedang kita coba lihat dan bilang "dimatiin Bu dimatiin". Saya tanya "kenapa" dan dijawab "kan ada pameran di belakang". Dan akhirnya saya tidak menemukan korelasi antara pernyataan pertama dan keduanya X_X

Anak-anak belum terlalu betah untuk membaca keterangan-keterangan di papan yang dipasang di dinding ruangan, tapi sangat tertarik sama koran yang dibaca oleh patung di salah satu ruangan :))






Ada ruangan kepanduan juga, patung dengan atribut kepanduan lengkap dengan sepedanya juga menarik untuk anak-anak.

Di ruangan belakang, sedang ada pameran Sejarah Perjuangan Tokoh Pemuda 1928 - Mr Muhamman Roem dan Pemuda Sumatra Utara. Bagian ini tidak terlalu menarik untuk anak-anak karena isinya informasi tulisan lengkap dengan foto-fotonya. Ini menarik untuk Bapak Ibunya. Bercerita tentang perjuangan Mohammad Roem.
Ada 5-6 orang anak-anak SDN berapa Pagi di Bendungan (bendungan mana saya gak tanya lagi) yang sibuk mencatat info-info di ruang pameran. Katanya tugas dari sekolah untuk PR Minggu. Hmm... kapan sekolah anak saya bakalan kasih tugas seperti itu di samping bikin makalah yang akhirnya cuma bikin Mama-nya googling, copas dan print ya :(

Di depan ruang pameran, ada staff, seorang Ibu, yang dengan ramah sekali minta anak-anak untuk menulis buku tamu dan menawarkan minum dan permen. Anak-anak juga dikasih Buku Panduan Museum, yang kayaknya bakalan lama gak dibaca dan nanti dibaca sama anak-anak dan suka tiba-tiba "trinnggg" dapat ide he he....

Yang paling berkesan untuk saya di museum ini adalah quotes dari Bung Karno ini:

Segitu banyaknya perjuangan bangsa kita untuk bisa mulai membangun bangsa ini, tapi sekarang sepertinya orang-orang kita pada sibuk untuk memecah belah dan menghancurkan diri sendiri... 

Gak butuh waktu lama untuk menyelesaikan museum itu. Komen Dhitto: gak terlalu kecil juga seperti yang aku sangka si Ma...
tapi waktu masih pagi banget... lihat buku Museum itu, deket banget ada Gedung Joang 45, dan ada koleksi Mobil Presiden & Wapres RI pertama. Ya tambah seneng anak-anak. Hayuk lanjut...

Masuk halaman Gedung Juang, udah pada histeris aja anak-anak lihat kereta kencana yang mirip mereka lihat di Keraton Solo.. hihihi... kadang kasian juga lihat anak-anak ini, hal-hal seperti itu aja bisa bikin mereka histeris kesenangan... entah emang selera mereka begitu apa karena #ndeso ya :))



Tiket masuk museum Rp 5000 untuk dewasa dan Rp 2000 untuk anak-anak. Baca di prasasti di tembok teras gedung, ternyata gedung itu awalnya adalah Hotel Schomper.



Di salah satu ruangan ada buku "Maaf, Saya Anak Belanda-Betawi" karangan Pan Schomper anak dari pemilik hotel tersebut. Judulnya menarik ya... jadi pingin nyari bukunya.


Di dalam ruangan pameran, banyak sekali informasi mengenai perjuangan Indonesia menuju kemerdekaan dan mempertahankan kedaulatan. Dimulai dari masa kerajaan-kerajaan, kondisi jaman Jepang ( di sini ada kain karung yang dipakai oleh rakyat jelata saat jaman Jepang, bikin anak-anak mikir dan langsung mereka pegang bajunya sendiri he he dan juga pedang samurai).
Perlengkapan/atribut militer seperti bambu runcing, alat makan, seragam dan mesin jahit yang dibawa laskar putri ke medan perang untuk menjahit pakaian prajurit juga menarik untuk anak-anak.
Ada ruangan untuk nonton film juga, tapi peuh rombongan anak-anak di situ, jadi kami tidak bisa ikut nonton dengan jelas.
Bangganya Dhitto waktu lihat replika tandu Jendral Sudirman: aku sudah lihat yang aslinya ni di Satria Mandala...

Mungkin karena bekas hotel jadi lay outnya banyak kamar kecil-kecil, tapi kenapa ya saya rasakan jadi sumpek banget ruangannya. Mungkin kalau tetap ditata seperti ruangan-ruangan, yang harusnya ada jendela ke luar, akan menjadi lebih segar dan menarik.
Lalu di mana mobilnya??
Sampai ke ujung ruang pameran, ada pintu kaca yang terkunci dan dari sana baru kita lihat ada seperti garasi bedinding kaca di halaman belakang yang berisi 3 mobil.
Langsung lah anak-anak pada lari lagi ke depan, keluar lewat pintu utama dan ke gerbang di samping gedung menuju halaman belakang.
Terharu ya membaca darimana mobil itu di dapat.
Yang REP-1 mobil ex Presiden Soekarno, didapat dari hasil mengelabui supir pemilik mobil (pejabat Jepang) , lalu mobil disembunyikan, dan setelah Jepang pergi, mobil itu diberikan kepada Pak Karno. Yang REP-2 mobil ex Wakil Presiden Moh Hatta adalah hibah dari kerabatnya untuk mendukung kegiatan Pak Hatta.
Sampai segitunya ya seluruh rakyat mendukung perjuangan. 


Sebelum jam 12 siang, sudah selesai kunjungan ke-2 museum. Yang senang ya Dhitta bisa ngisi buku Museumnya 2 sekaligus dalam 1 hari :)
 

Sayangnya udah menuju Bekasi lagi, sampe Pancoran baru baca komen seorang teman; deket situ ada Museum kecil Museum Nasution yang recommended banget buat didatengin....
Buat lain kali lagi ya....

Jumat, 01 Agustus 2014

Di Karawang juga ada Candi dan Museum #LiburLebaran 2014

Libur Lebaran 2014 ini seperti biasanya kami tidak punya rencana liburan ke mana-mana. Saya pribadi paling malas untuk ke mana-mana pada saat libur Lebaran karena selalu sakit hati dengan harga makanan yang harus dibayar dibandingkan dengan kualitas makanan dan kenyamanan yang didapatkan he he.
Lebaran itu mending di rumah, bersih-bersih rumah, dan tidur siang dengan stok empal, ayam, nugget dan pempek semuanya homemade di kulkas.

Tapi di hari ke-3 mulai mikir juga ya, masak liburan sekarang benar-benar dilewatkan begitu saja. Kasihan banget anak-anak saya.
Kepikiran janji untuk mengunjungi tempat tugas Pastor kenalan keluarga di Karawang. Kurang lebih setahun yang lalu beliau ditempatkan di Karawang. Langsung usul ke suami dan nyokap, gimana kalau besok kita ke Karawang, ke tempat Pastor, terus kita lanjut ke candi di Batujaya yukk, sudah lama pernah lihat postingannya @museumceria di account IG nya soal candi di Batujaya ini tapi belum sempat aja ke sana.

Seperti biasa nyokap selalu sigap mencari informasi dari teman-teman di grup BBM nya (canggih ya Oma Dhitto Dhitta ini) dan dapat informasi dari tetangga yang besar di Rengasdengklok ini seperti ini: 

"jauh pisan itu mah, masih 25 km lagi dari Rengasdengklok, jangan dibayangin seperti Borobodur yah, itu mah cuma bata ditumpuk-tumpuk"

duh he he, informasi ini bikin Dhitto males juga kayaknya, paling susah tu Dhitto memang, kalau sudah tidak mau, akan konsisten tidak mau. Kalaupun dipaksa, jadinya cuma bakalan bikin suasana be te aja sepanjang jalan. Jadi sementara rencana ke Batujaya itu untuk cadangan, tujuan utama besok cuma ke Pastoran saja.

Jalan tol kemarin pagi (Kamis, 31.07.2014) lancar banget, dan dengan bantuan GPS, sampai juga kita di Gereja Kristus Raja, Jl. Parahyangan 45, Karawang. Seperti biasa, anak-anak langsung main dengan peliharaan Pastor, 2 ekor anjing bernama Gadis dan Ursula (keren banget ya namanya).
ini Si Gadis 

Gereja Kristus Raja, Karawang

ini si Ursula yang sangat lincah dan ramah dan beraatttttt


Kurang lebih pk.11.30 kami pergi untuk cari makan siang. Masih pada tutup kebanyakan, akhirnya kita dapat di Restoran Alam Sari di dalam lingkungan waterpart Wonderland di daerah Galuh Mas. Dan benar kan he he, makanan yang didapat porsinya bener-bener porsi lebaran. Nasi timbel dengan bungkus plastik, dengan ukuran nasi lebih kecil dari restoran fastfood. Ya sudahlah, yang penting kita sudah ketemu dan bisa makan bareng. Dari Pastor kita dapat informasi kalau jalan sepanjang 25 km dari Karawang ke Rengasdengklok namanya Jalan Proklamasi karena adanya peristiwa penculikan Soekarno-Hatta tgl 16 Agustus 1945 dan dari sana masih 40 km-an lagi ada pantai kalau kami mau main. Hmm... masih tetep pingin ke candi saya mah.

Setelah selesai dari Gereja, benernya saya kecewa, suami saya sudah mengarahkan mobil ke arah pintu tol Karawang Barat. Setelah akhirnya bisa membujuk Dhitto dan Bokap&Nyokap, akhirnya suami saya mau memutar mobil menuju Rengasdengklok. Berbekal GPS lagi, kami sampai di pasar Rengasdengklok. Berhenti di sebuah minimarket untuk beli minuman dingin, numpang ke kamar kecil, dan bertanya di manakah lokasi rumah sejarah Proklamasi. Kasir di minimarket memberi petunjuk. Arahnya mudah kalau dari petunjuknya, dari pasar, ketemu pertigaan kiri, lalu ada belokan ke kanan, belok kanan masuk ke Perumahan Permata Dengklok Permai. Lokasi rumah tersebut ada di dalam perumahan itu. Begitu informasinya.

Sampai di gerbang Perumahan Permata Dengklok, kami berhenti lagi bertanya ke penjual bakso di pinggir jalan. Istri penjual bakso memberikan petunjuk "itu di depan belok kiri, 200 meter dari situ di ujung jalan rumahnya".
Jalan masuknya itu hanya muat untuk 1 mobil. Bokap sempat nanya ke suami saya, gimana ini kalau kita papasan mobil. Suami saya jawab "ya nanti kita pikirin kalau beneran sudah ketemu deh" :))
Sudah 200 meter lebih tapi tidak ada tanda-tanda, akhirnya kami bertanya lagi ke seorang pemuda yang sedang nongkrong di warung : itu di ujung jalan sana, tidak jauh.

Dhitto akhirnya sudah mulai tertarik. Kelihatannya dia mikir juga kok pemimpin besar, Soekarno-Hatta, yang namanya mereka tahu dipakai untuk nama Bandara Internasional, ke daerah sempit dan kumuh seperti ini. Dia tanya "Soekarno-Hatta dulu naik apa ke sini? Ngapain ke sini?"
Untungnya kita nonton film "Soekarno" kemarin ini, jadi kami coba jelaskan ceritanya.

Akhirnya di ujung jalan, ketemu juga rumahnya, kami lihat ada gapura dari pipa besi "RM SEJARAH 45" dan ada papan penanda "cagar budaya".

"cagar budaya"

ada gapura dari pipa besi, gak sempet nanya apa maksudnya "RM Sejarah" itu

foto pemilik rumah (Babah Djiauw Kie Siong) di tengah foto-foto Soekarno, Hatta, dan beberapa pemuda

Kami parkir di halaman rumah sebelah rumah tersebut. Ada beberapa orang pengunjung yang selesai. Pemilik rumah, Ibu Djiauw Hoy Lin, cucu pemilik rumah tersebut (Babah Djiauw Kie Song) menyambut kami dan bercerita mengenai rumah tersebut dan kejadi tanggal 16 Agustus 1945. 
Kakeknya adalah seorang yang dermawan dan senang menolong, kalau panen raya saja katanya tidak pernah lupa untuk membagi hasil panen dulu kepada orang sekitar sebelum menjualnya. Pada saat rumahnya dibutuhkan untuk mengungsikan Soekarno-Hatta, dan akhrinya rumah tersebut penuh karena banyaknya pemuda, Babah Djiauw mengalah untuk pindah ke rumah anak paling besarnya di dekat situ. Tapi pagi-pagi tanggal 17 Agustus 1945, waktu menantunya ke sana untuk memberi makan babi peliharaan mereka, rumah sudah kosong, ternyata mereka sudah kembali ke Jakarta.
Ibu Hoy Lin menunjukkan 2 kamar di depan, yang sebelah kiri ditempati oleh Pak Hatta dan kamar sebelah kanan ditempati oleh Pak Karno, Bu Fatmah dan Guntur. Ibu Hoy Lin juga bercerita, ada meja bundar di ruang depan tersebut yang dipakai rapat, tapi sudah dibawa ke Bandung, ke museum oleh Pangdam Siliwangi Bapak Ibrahim Adjie.
Banyak foto Soekarno dan tulisan Pak Hatta yang berkunjung ke sana setelah 30 tahun.
Pengunjung tidak dikenakan biaya, tapi diminta untuk mengisi buku tamu. Ibu Hoy Lin bercerita, beliau dulunya berdagang di pasar, tapi habis kebakaran. Setelah itu, kakaknya minta dia dan suami pindah ke rumah itu. Dan mereka membuka warung sederhana di depan rumah. Rumah bagian belakang sudah direnovasi, tapi bagian depan tidak boleh dirubah karena cagar budaya, tapi nyatanya juga tidak ada dukungan apapun dari pemerintah setelah rumah tersebut ditetapkan sebagai cagar budaya.


Ibu Djiauw Hoy Lin yang menjaga rumah
Miris rasanya melihat kondisi rumah dengan peristiwa sejarah segitu besarnya, hanya bertahan dengan usaha dua orang suami istri tua yang berjualan di depan rumah mereka untuk merawat rumah tersebut dan bertahan hidup. Pada saat pulang kami memberikan sedikit uang kepada Ibu Hoy Lin.

Tidak disangka-sangka, Dhitto bilang: ya udahlah, aku mau ke Candi
Loh he he... hayok lah lanjuttt. Ibu Hoy Lin memberikan petunjuk jalan dari situ ke arah Candi.
Jalan ke candi menyusuri sungai irigasi. Ada hal baru yang didapatkan anak-anak: mereka mandi di situ, mencuci motor di situ, mencuci pakaian di situ.

Perjalanan lumayan jauh, 24 km kalau dari GPS. Arah ke candi lumayan lancar, tersendat sedikit-sedikit karena arah baliknya macet banyak orang kelihatannya pulang piknik dari pantai dengan pick up full orang di baknya. Hal baru lagi untuk anak-anak, jadi mereka lebih anteng di mobil gak ribut aja berdua karena sempit dsb dsb :)

Petunjuk jalan ke arah candi cukup jelas dan angka km nya lumayan bikin lemes juga, masih belasan km lagihhhh. Tapi akhirnya kita sampaaaiiii :) 

Mobil di parkir di halaman museum. Masuk ke museumnya pengunjung diminta untuk mengisi buku tamu. Saya tanya berapa tiket masuknya, kata Mbak nya, serelanya saja. Kami 7 orang, saya pikir kalau seorang Rp. 5.000 saja sudah murah banget kalau inget berapa harga masuk museum di luar negeri ya.  Jadi saya berikan Rp. 40.000,- kepada Mbak nya itu dan kelihatan dia sangat senang dan berterima kasih.
Duh, sekali lagi miris.
Di museum, kami sempat membaca sedikit mengenai informasi candi, dan anak-anak sudah gak sabar untuk melihat candi. Dari museum, kami diantarkan lewat pintu belakang, terus lewat pematang sawah, menuju candi. Whoooaaaa pengalaman baru lagi ni buat anak-anak: jalan di pematang sawah :)

Candi pertama yang kita lihat namanya Candi Jiwa, lalu lanjut ke Candi Blandongan di sebelahnya. Dhitto dan Dhitta antusias banget melihat candinya. Papa mereka menunjukan bahwa batu tersebut disusun satu per satu dan bertanya, dulu pakai apa ya nempel batunya, tidak ada semen. Bagaimana orang jaman dulu bisa mengangkut batu segitu banyak dan membentuk batu sedemikian rapinya dengan peralatan minim. Belum terjawab, tapi minimal sudah ada bahan untuk dicari anak-anak.
Papa juga menjelaskan kalau sebelumnya itu sawah, ketemu sedikit, lalu digali sedikit-sedikit, disusun lagi sehingga jadi seperti yang sekarang dilihat, itulah pekerjaan seorang arkeolog. Ini mengingatkan kembali tentang arkeolog, 
Untung juga kita sampai ke sana agak kesorean, hampir jam 4 sore kita sampai ke sana. Jadi jalan di pematang sawah ke candi itu nyaman karena sudah tidak panas dan angin semilir sawahnya bikin betah anak-anak main di sekitaran candi.


nyusurin pematang sawah ke candi

Candi Jiwa


suasananya bikin anak-anak happy dan semangat, pengaruh udara bersih juga sepertinya

Candi Blandongan

Kembali ke museum, barulah anak-anak membaca papan-papan informasi yang ada dan keterangan-keterangan koleksi. Yang menarik untuk anak-anak adalah replika arca kepala binatang, ada rangka manusia yang dikubur di bagian bawah candi, dan tablet-tablet kecil yang dibuat dengan cara dicetak.


hmm begini ya batu-batu itu disusun

binatang itu selalu jadi perhatian Dhitto & Dhitta apapun  bentuknya

membayangkan bikin cetakannya dan mencetaknya


Dhitta komentar: kita keseringan jalan-jalan ya Ma... hmm, jadi kita gak usah jalan-jalan lagi gitu?? Ya enggak lah, tapi aku mau juga ke Candi Borobudur juga, ke Bukittinggi :)
Saya tanya ke dua anak itu, kalau liburan milih ke Mal saja (seperti 2 hari sebelumnya menghabiskan waktu di mal ketemuang dengan keluarga besar, makan enak) atau seperti ini saja? Dengan tegas mereka jawab: lebih seneng seperti ini :)

Okay deh anak-anak.. masih banyak museum dan candi yang bisa kita datangin di Indonesia ini :) sambil ngumpulin rejeki untuk bisa berkunjung ke tempat Oom dan Tante-nya di Jerman sana dan kita berkeliling dari museum ke museum ya.

Lumayan, akhirnya liburan Lebaran ini tidak berakhir begitu saja. Anak-anak senang walaupun capek dan jadi banyak bertanya.








Sabtu, 04 Januari 2014

Kok anak saya gak punya kain batiknya?? (Museum Batik Kuno Danar Hadi) #LiburanSolo (4)

Mencoba menulis lagi liburan ke Solo kemarin walaupun sudah agak basi juga ya, daripada enggak, iya ya... dipikir-pikir selain upload-upload di FB foto-foto plus komen-komen yang tujuannya biar nanti anak-anak bisa lihat juga pengalaman mereka waktu kecil, pakai blog juga harus dilakonin nih, karena bakalan bisa lebih detail ceritanya :)

Hari terakhir di Solo sebelum kembali ke Jakarta dan harus berjuang untuk sampai rumah di Bekasi dari Bandara #phew

Karena waktu yang mepet dan inputan dari Tante Ajeng @museumceria dan Tante Wita, jadinya kita sempetin ke Museum Batik Kuno Danar Hadi, dengan harapan sebelum ke bandara masih sempat ke Museum Radya Pustaka.

showroomnya juga cozy banget tempatnya
Setelah beli oleh-oleh Serabi dulu, langsung kita ke Museum Batik Kuno Danar Hadi di Jl. Slamet Riyadi.Bingung juga masuk ke lokasinya, yang keliatan di bangunan utama di tengah judulnya restoran gitu, nanya ke Satpam ditunjukkan ke arah gedung yang agak lebih kecil di sebelah kiri, ternyata masuk ke showroom. Karena masih pagi, mungkin baru buka, para staff kelihatannya sedang briefing pagi di ruang tengah showroom.


kasir tempat beli tiket museum dan bayar belanjaan
Agak gimana gitu rasanya, waktu seorang staff, yang belakangan memperkenalkan diri sebagai Ibu Asti, menegur dengan agak keras dan menanyakan keperluan kami. Kami bilang kami mau ke Museum, Ibu Asti bilang, bisa, tapi tunggu dulu dan apakah kami keberatan kalau digabung dengan rombongan lain dari sebuah SMK. Agak bingung juga pertamanya, kami pikir kan masuk museum biasa, beli tiket dan masuk ke ruang pamer.
Tiket masuk museum Rp 25.000 untuk umum dan Rp 15.000 untuk pelajar. Jadi kami ber-4, Papa, Mama, Dhitto dan Dhitta membayar Rp. 80.000.

Ternyata, masuk ke ruang pamer museum ini akan dipandu oleh seorang pemandu. Rombongan SMK yang datang waktu itu dibagi menjadi 2 gelombang dan kami ikut rombongan pertama.
Di ruang depan museum, sekali lagi Bu Asti memperkenalkan nama dan jabatannya sebagain Asisten Manager toko dan bilang kalau hanya dia sendiri yang bertugas karena baru saja 3 pemandunya mengundurkan diri, karena sikap tegasnya. 
Belakangan beliau cerita soal anak-anak sekarang yang kurang bisa menjaga citra produk yang mereka "jual". Misalnya dengan keukeuh pakai jeans sebagai pemandu museum.

Prolog dari Bu Asti ini sayangnya gak sempet saya rekam, jadi tidak terlalu ingat detailnya. Di sana juga gak nemu flyer atau booklet gitu kayaknya yang bisa dibawa pulang.
Aturannya di museum itu adalah tidak boleh mengambil foto di dalam ruang pamer dengan alasan:
1. Pengambilan foto dengan lampu blitz bisa merusak kain koleksi museum yang beberapa sudah berusia tua
2. Alasan intelektual properti untuk desain interior dsb.

Wah, kecewa juga ya, jadi gak bisa nunjukkin lagi ke anak-anak ini apa itu apa gitu tar kalu pulang.

Semua koleksi dijelaskan dengan jelas oleh Bu Asti, duh, udah ketimpa sama kerjaan jadi banyak yang lupa penjelasannya. Kurang lebih ini yang saya ingat, maaf kalau ada yang tidak tepat:


resto 
1. Museum Batik Kuno Danar Hadi ini adalah museum yang didirikan oleh Pak Hadi pribadi. Kalau tidak salah ingat, Danar adalah nama orang tua dari Ibu dan Hadi adalah nama Bapak. Ada foto-foto dari kakek nenek, orang tua dan anak-cucu Pak Hadi. Dijelaskan satu per satu dan maaf, kelemahan saya adalah mengingat nama (^^,)
Museum ini didirikan untuk... duh lupa, yang pasti ada untuk pendidikan, melestarikan kebudayaan dan dibuat terintegrasi gitu wisatanya dengan adanya museum, showroom tempat belanja dan restonya juga.

2.  asal kata batik, yaitu "Amba" (=menulis) dan "Titik". Jadi agak aneh juga kalau ada orang lain yang mengklaim hak ada batik, karena dari asal bahasanya pun adalah bahasa Jawa.



3. Mengenai batik sebagai warisan budaya, intangible heritage: saya baru tahu kalau batik itu begitu dalam artinya untuk orang Jawa.  Bayi yang baru lahir dibungkus dengan kain (kalau ada) yang dipakai oleh orang tua atau bahkan kakek neneknya dengan harapan anak tersebut akan menjadi baik seperti ortu atau kakek neneknya. Makanya kita harus jadi orang baik supaya anak kita yang dibungkus pakai kain kita akan menjadi baik juga :) Jadi kain batik tersebut akan dibawa terus oleh seorang Jawa... hmmm tapi suami saya yang orang Jawa kok gak punya ya kayaknya dan gak pernah lihat kebiasaan itu di keluarganya. Coba kalau masih ada. Semakin berumur semakin menarik juga untuk terus menjaga adat atau kebiasaan yang ada untuk diteruskan ke anak cucu ya...

4. Selanjutnya ada ruang batik keraton, sebelah kiri batik keraton Surakarta dan sebelah kanan batik keraton Yogyakarta. Ada beberapa perbedaan: warna, arah motif kain dan cara lipatan plits waktu dipakai.

5. Lalu baru tau juga, kalau batik yang dipakai oleh kalangan bangsawan, keraton dsb itu justru lebih tidak berwarna, lebih dominan coklat. Batik yang berwarna dipakai oleh kalangan pesisir yang zaman dulu dianggap dari kelas yang lebih rendah. Dan ada korelasi motif batik dengan kehidupan masyarakatnya. Seperti motif padi dan motif ikan. Ada juga batik yang dipengaruhi oleh budaya India... hmmm harus browsing lagi ni buat cari infonya lagi yang sudah menguap kena "Stok Opname" dan "Deffered Tax" di kantor #curcol
o iya, ada juga menarik, batik yang dibuat oleh orang-orang Eropa yang tinggal di sini, itu motifnya ada motif dongeng Eropa juga. Kita lihat ada motif Snow White dan si Tudung Merah lengkap dengan serigalanya :)


ini action aja pakai pajangan di showroom :)

6. Di ruang selanjutnya, ada bahan-bahan untuk setiap step pembuatan batik. Ada dua macam cara kayaknya. Tapi sayang banget, ruangannya terlalu penuh dengan pengunjung pelajar SMK, jadi Dhitto Dhitta gak bisa dengar jelas, gak keliatan juga barang yang ditunjuk oleh Bu Asti. Yang pasti kita tangkap: batik itu dibilang batik kalau prosesnya pakai lilin, mau ditulis, atau dicap. Beda dengan disablon. Cara membedakannya adalah, kalau sablonan motif batik itu kain di bagian belakang kain, warnanya tetap sama, tidak lebih blur. Dan untuk pewarna, sekarang ini sudah menggunakan pewarna kimia, tapi tetap dengan lilin. Kalau dengan pewarna alam, prosesnya akan lebih lama (bisa makan waktu 4 bulannnn) sehingga harganya jadi sangat mahal.


Setelah ruang pamer, kita dibukakan pintu besar yang ternyata langsung masuk ke workshop Batik Danar Hadi. Nah, di sini kita boleh foto-foto. Prosesnya dari yang ngemal, pakai canting, ngecap, terus juga ada area untuk pencelupannya.
Terkagum-kagumlah Dhitto & Dhitta lihat ketrampilan para ibu yang menggunakan canting dan para bapak yang menggunakan alat cap.



membuat pola


lilin panas

batik cap
Hmm.... beruntungnya ya anak-anak sekarang. Mau lihat dan belajar apa juga lebih gampang. Dan beruntung pula ortu sekarang, informasi lebih mudah didapat, fasilitas untuk bantu anak belajar juga lebih banyak dan murah dibanding jaman kita dulu ya:)
ohhh kayak gini ya cetakan batiknya

ibu nya jagoan Ma... cepet banget :D
Dan.... yang gak boleh dilupakan dari kota Solo itu semua makanannya yang enak-enak :9 dan MURAHHHH seperti Bakso Pak Ruk untuk santap siang terakhir kita sebelum pulang ke Bekasi.
Sudah janjian dengan Tante Wita untuk cari waktu Tur Museum dan Candi daerah Solo dan Jogja... hmmm... mudah-mudahan bisa kesampean di tahun ini ya...